Stunting Pada Anak
BENARKAH ANAK PENDEK SUDAH PASTI STUNTING ?
Stunting pasti pendek (stunted) tetapi pendek belum tentu stunting
Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan adanya gangguan di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ anak normal (Kemenkes RI, 2018).
Stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/ tinggi badan menurut usia, kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/ kronis yang terjadi dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) (WHO, 2020).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2020 menunjukkan 5,7% balita di dunia mengalami gizi lebih, 6,7% mengalami gizi kurang dan gizi buruk, serta 22,2% atau 149,2 juta menderita stunting (malnutrisi kronik). Wilayah Asia memiliki angka stunting tertinggi yaitu sebanyak 79 juta anak (52,9%), terutama di Asia Tenggara (54,3 juta anak), diikuti oleh Afrika 61,4 juta anak (41,1%) dan Amerika Latin 5,8 juta anak (3,8%).
Prevalensi stunting secara global tersebut tergolong kategori tinggi karena berada antara 20% – 30%. Berdasarkan Global Hunger Index (GHI) 2021, Indonesia berada di urutan ke-73 dari 116 negara dengan hunger score moderat. Indikator yang termasuk dalam GHI adalah prevalensi wasting dan stunting pada anak-anak di bawah lima tahun.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi balita dengan status pendek dan sangat pendek di Indonesia adalah 30,8% sedangkan untuk baduta (bawah dua tahun) sebesar 29,9%. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021 di 34 provinsi menunjukkan angka stunting nasional turun dari 27,7% tahun 2019 menjadi 24.4% di tahun 2021 dan menjadi 21,6% di tahun 2022.
Stunting selalu diawali oleh perlambatan pertambahan berat badan (weight faltering) yang dapat terjadi sejak dalam kandungan dan berlanjut setelah lahir dan bayi bayi yang dilahirkan lebih pendek akan terus mengalami length faltering selama masa bayi (infancy). Kondisi weight faltering pada bayi dan balita memiliki faktor-faktor potensial sebagai penyebab yaitu adanya asupan kalori yang tidak adekuat, gangguan absorpsi atau meningkatnya metabolisme tubuh akibat penyakit tertentu. Faktor prediktor paling kuat untuk terjadinya stunting di usia 12 bulan adalah perlambatan pertumbuhan yang terjadi dalam tiga bulan pertama kehidupan. Jika rerata BB/U pada penimbangan selama 3 bulan pertama sejak lahir berada kurang dari < -1 SD maka risiko untuk mengalami stunting di usia 12 bulan adalah 14 kali lipat.
Anak stunting berisiko mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas, penurunan kekebalan sistem imun dan peningkatan risiko infeksi serta penurunan potensi kognitif dan kemampuan fisiknya, sehingga akan mempengaruhi kapasitas kerja dan status sosial ekonomi di masa depan. Anak stunting akan terjadi penurunan oksidasi lemak sehingga rentan mengalami akumulasi lemak sentral dan resistensi insulin. Hal ini menyebabkan risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, serta fungsi reproduksi yang terganggu pada masa dewasa.
Interaksi berbagai faktor penyebab stunting dijabarkan pada kerangka konsep WHO, yaitu terdapat empat faktor langsung yang memengaruhi terjadinya stunting yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, ASI, makanan pendamping ASI (MPASI) dan infeksi. Prendergast, dkk, memperkenalkan stunting syndrome yaitu berbagai perubahan patologis ditandai dengan gangguan pertumbuhan linier yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta menurunkan kapasitas fisik, Intelligence Quotion (IQ) dan status ekonomi. Pencegahan dan intervensi stunting dapat dilakukan sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5 pilar. Pilar pertama adalah komitmen, pilar kedua adalah pencegahan stunting, pilar ketiga harus bisa melakukan konvergensi, pilar keempat menyediakan pangan yang baik, dan pilar kelima melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.
satu sumber , depikarspad.com