“Cegah Silent Pandemic, NKRI Bersama G 20”
Penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional sangat membahayakan karena dapat menimbulkan resistensi obat dari berbagai macam bakteri. resistensi obat yang terjadi pada tubuh manusia akan membuat seseorang yang telah terinfeksi tidak dapat lagi menggunakan obat antibiotik apapun. Situasi ini akan berbahaya bagi kesehatan manusia karena obat-obatan yang tersedia sudah tidak efektif dan sensitif terhadap penyakit.
Potensi terjadinya pandemi akibat resistansi anti-mikroba sangat nyata. Salah satu contoh terjadi resistansi anti-mikroba adalah terjadinya tuberkulosis resisten obat (TB-RO), akibat dari pengobatan pasien yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB-RO. Menurut Global TB Report tahun 2022, kasus TB-RO diperkirakan mencapai 28.000 kasus dari total 969.000 kasus TB yang ada di Indonesia pada tahun 2021.
Resistensi antibiotik pada tubuh seseorang yang diakibatkan oleh mikroba atau antimicrobial resistance (AMR) disebut sebagai silent pandemic. Dalam keterangannya saat penutupan pertemuan Side Event AMR dalam rangkaian G20, pada Rabu (24/8) di Bali, dr. Dante Saksono Harbuwono selaku Wakil Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa silent pandemic ini perlu dilakukan pengawasan lebih ketat.
Alasan dari keterangan diatas adalah bahwa jumlah korban atau angka kematian akibat AMR yang cukup tinggi, hingga mencapai 1,2 Juta angka kematian. Merespon laporan tersebut, Indonesia berusaha untuk menginisiasi pembahasan aturan penggunaan antibiotika dalam side event AMR. Hal ini juga dilakukan karena Indonesia menjadi salah satu negara beriklim tropis yang memiliki angka infeksi yang cukup tinggi.
Lebih lanjut dr. Dante juga menjelaskan bahwa resistensi antibiotik akibat mikroba ini terjadi karena adanya penggunaan protokol pengobatan yang sembarangan, sehingga menyebabkan infeksi pada tubuh pasien bertambah parah dan inilah yang menjadi penyebab kematian yang tinggi.
Sebagai penutup, dr. Dante memberikan inisiatif untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana akibat AMR ini dengan pembentukan inisiatif sains berbasis genom biomedis pada pengobatan yang bersifat presisi, sehingga dengan demikian, untuk kedepannya pemerintah diharapkan dapat mempercepat upaya penanggulangan AMR terutama di Indonesia.